
Wildan, Anak Ojek Online (Ojol), Hafal Alquran Dalam 5 Bulan
Hafal Alquran memang pilihan. Hanya orang tertentu yang bisa menghafal Alquran. Mereka adalah makhluk pilihan. Siapa saja yang dipilih Allah, dia akan hafal Alquran, bahkan dalam waktu yang sangat singkat.
Salah satu makhluk pilihan itu adalah Wildan Rafi Ma’ali, anak ojek online asal Jakarta Utara.
Menyadari keberadaan dirinya bukan anak pejabat, juga bukan anak orang berada secara ekonomi, membuat Wildan Rafi Ma’ali termotivasi untuk menjadi santri berprestasi di Pesanten Irhamna Bil Quran, Mandalawangi, Pandeglang. Ayahnya berpofesi sebagai pengojek online (Ojol), sementara ibunya berprofesi ibu rumah tangga.
Pada saat sama, ia juga sangat termotivasi ingin menjadi contoh teladan bagi saudara-saudara kandungnya. Berawal dari tekad tersebut, Wildan sangat ingin hafal Alquran.
Putra pasangan Asep Rahmat dan Siti Rohani sering mengutarakan keinginan itu kepada ayahnya, tetapi sang ayah ragu menuruti cita-cita anaknya. Buka karena tak ingin punya anak hafal Alquran, tapi keadaan ekonomi keluarga selalu membebani pikirannya.
Melihat kedua orangtuanya tak terlalu bersemangat, Wildan malah bersikap lain. Semangatnya ingin menghafal Alquran di pesantren semakin membara, hingga kedua orang tuanya menyerah.
“Orangtua saya mencari-cari info tentang pesantren yang konsentrasi pada hafalan Alquran. Alhadulillah, bertemulah nama Pesantren Irhamna Bil Quran di Pandegang,” kata Wildan.
Selama mesantren di Irhamna Bil Quran, Wildan mengaku konsentrasi ke hafalan Alquran. Ia tak tertarik dengan bacaan lain, selain Alquran. Baginya, Alquran adalah segalanya: tempat curhat, tempat mengadu dan sebagainya. Intinya, selama di Pesantren Irhamna Bil Quran, sahabat karib Wildan adalah Alquran.
“Mungkin karena ga ngopenin bacaan lain, jadi saya tergolong cepet ngafalnya. Alhamdulillah, dalam lima bulan saya hafal Alquran. Segala puji bagi Allah,” katanya.
Cara Wildan menghafal Alquran, ternyata sama dengan teman-temannya. Yakni, dibaca satu halaman berulang-ulang, minimal 3 x. setelah itu, mulai dihafal per baris.
“Awal-awal menghafal, satu halaman bisa dua hari, lalu disetor ke mentor. Itu pengalaman sangat menyedihkan. Susah rasanya. Saya nyaris putus asa,” kata Wildan.
Berikutnya, Wildan merasa bisa menghafal lebih mudah dan lebih cepat.
“Saya pernah menangis karena melihat kedua orangtua saya menangis. Itu terjadi ketika syukuran hafalan. Mungkin, kedua orang tua menangis bangga karena punya anak hafal Alquran,” kata Wildan, santri kelahiran Jakarta, 12 Agustus 2005. (tim)***